Retrofitting diartikan sebagai penambahan teknologi atau fitur baru pada sebuah sistem lama. Terminologi ini dilakukan pada sebuah investasi besar dan jangka panjang yang sifatnya dilakukan pembaruan untuk menghemat belanja modal, optimalisasi komponen yang ada, mengurangi biaya perawatan dan meningkatkan keandalan, dan banyak trik lainnya sambil memanfaatkan teknologi baru. Ini banyak terjadi pada manufaktur, manajemen lingkungan, alat canggih di militer, dan lain sebagainya.
Pada mobil, retrofitting dilakukan untuk 3 tujuan.
Pertama, face lift.
Kedua, peningkatan performa.
Ketiga, go green.
Indonesia banyak melakukan 2 tujuan pertama, sebab mesin elektrik belum umum diaplikasi. Minimal di tujuan ketiga itu kita melakukannya pada sistem lampu, aki, suplai listrik, dan masih hal parsial, sehingga belum menyatukan sistem go green dalam sebuah kendaraan.
Mr. LP melakukan tujuan pertama. Semata-mata untuk face lift.
Barangnya sudah kadung ultimate. Blending luxury and technology. Ia butuh kebaruan dalam tampilan eksterior.
Yang kelihatan jelas memang body kit dan area lampu. Bentuknya lebih dinamis dan proporsional. Baik bumper set dan side skirt dipakai S 63 AMG 2018 (W222). Head lamp dan stop lamp standar akhirnya ikutan dilungsurkan. DNA muka sudah berubah, grille pun diganti. Bahkan di buritan pun banyak berganti.
Sesungguhnya, Mr. LP saat itu lagi “travelling without moving”. Ia punya S 63 AMG, tapi hanya dipakai kalau acara resmi. Sesekali. Kilometer masih kecil. 10K juga belum. Tapi tugasnya sudah cukup. Mesti dibikin segar dan tetap bermakna. Dimasukkanlah body kit retrofit langsung dari Jerman. Ori, bukan Alibabaan. Yang menarik, ini plug n play. Bracket sudah dibuatkan oleh AMG, jadi tak perlu pusing mikirin perbedaan dimensi.
Harganya? Sama dengan Avanza baru.
Jangan kaget ya.
Paralel dengan itu Mr. LP memesan velg secara bespoke. Dia ingin mempersonafikasikan LM-R, dan ia tahu tak pernah ada ukuran 22 inci.
Melalui AL13, dilakukan penyesuaian ukuran/model. Lantas konstruksi 3-p, sementara LM-R kan 2-piece. Finishing dibuat titan grey dengan transparant black lips.
Tanpa ada angin dan hujan, Mr. LP kepengen sedannya ini dibuat lebih ceper via air sus.
Sekarang boleh kaget!
Sistem suspensi mobil bawaan sudah begitu canggih. Sistemnya ABC (Active Body Control) yaitu hidrolik. Mutlak diketahui, hidrolik itu bisa pendek. Tapi punya keterbatasan. Sebab sistemnya diawasi oleh main control unit. “Maksimal dipendekin itu cuma 60%, setara 4 cm,” ucap Ryan Melano, dari Antelope Ban.
Jadi bagaimana ngakalin supaya lebih pendek 3 cm lagi?
Nah ini baru putar otak. Sebab sensornya bisa bawel, dan kudu tetap nyaman dipakai harian. Butuh modul yang bisa meng-over ride sistem standar. Ryan kontak partnernya di Dusseldorf yang mampu mengkalibrasi height controller dengan menggunakan metode Canbus.
“ABC kalau ceper pada kecepatan di atas 120 itu, akan naik balik ke tinggi standar,” ungkap Ryan berbagi ilmu. Sistem proteksi ini yang dieliminasi melalui modul Canbus. Hasilnya saat dibejek hingga 240 kpj di tol BSD, mobil tetap steady dan dinamis pada posisi ride mode.
Posisi jalan itu di 6 cm lebih ceper dari normal.
Parkir makin ceper, turun 1.5 cm lagi.
Total drop height 7,5 cm dari normal ride.
Tanpa ada isu indikator nyala, dan yang penting karya seni mulu rolling on any road surface. Pas disetir, aspek agility, drive ability, dan comfortability tetap seperti rasa S 63. Apalagi mobil ini sudah catless, suara AMG ini true banget dan garing.
Boleh dibilang, ini adalah mobil sedan 4 pintu dengan kenyamanan paling tinggi di kelasnya, didukung performa agresif ala AMG. S 63 2014 ini dilengkapi mesin V-8 5.5 liter twin-turbocharged, bertenaga 577 hp.
Kenikmatan duniawi!
Workshop:
Antelope Ban @antelopeban
Data Mods:
AL13 wheels 22x(10+11.5) inches, Pirelli tyres PZero Nero 265/30ZR22 & 315/25ZR22, ABC coilover, Canbus height controller module, AMG 2018 body kit S 63 W222 retrofitted, AMG 2018 head lamp S 63 W222 retrofitted, AMG 2018 stop lamp S 63 W222 retrofitted, AMG 2018 grille S 63 W222 retrofitted