Ada selalu mobil yang seringkali menggelitik nalar kami, sebut saja mobil tersebut adalah BMW seri 3 dengan kode sasis E30. Benar, DeepEnder tidak salah baca, kami selalu heran akan mobil ini. Karena semenjak diperkenalkan, pesonanya tidak pernah habis dimakan zaman, bahkan sampai lintas generasi.
Baik dari generasi orang tua yang melihat mobil ini pertama kali dirilis, sampai anak milenial tahun 2000-an keatas yang masih mengidolakan mobil ini.
Padahal kalau dipikir-pikir, E30 ini bukan flagship dari BMW.
Kalau cari sekennya, dengan harga yang sama, kita bisa dapet mobil yang lebih baik atau bahkan jauh lebih baik dari si E30. Yang lebih luas, lebih irit, nyaman, atau bahkan gak ngambekan diajak macet-macetan dan gak bikin was-was saat perjalanan jauh.
Yang menarik, tidak banyak sedan yang bisa mengalahkan karisma dari E30. Mungkin, kompetitor utamanya, yaitu Mercedes-Benz W201 yang kerap dijuluki ‘Baby Benz’ adalah satu-satunya mobil yang bisa menyaingi pesonanya.
Namun, si Baby Benz ini unitnya sangat sedikit dan harganya sudah ‘tidak baby’ lagi. E30? Masih relatif terjangkau, tapi mulai naik secara perlahan.
Mendapatkan atau bahkan sekedar nyari E30 dengan interior utuh dan tahun 1991 itu pun sudah mulai mahal. Harganya sekitar 80 sampai 100 juta rupiah. Ini karena untuk tahun 1991, warna fabric interiornya biru, sedangkan tahun dibawahnya abu-abu.
Bahkan jika sudah keluar uang 80 sampai 100 juta tadi, belum tentu mendapatkan unit yang bebas PR, apalagi keropos.
Mau yang bebas keropos dan mesin adem? siapkan uang sekitar 120 juta rupiah.
120 juta rupiah untuk mobil sedan sub-compact tahun 1990? Jika dipikir secara rasional, hal ini tidak rasional. Dengan uang segitu, bisa mendapatkan mobil yang lebih nyaman dan ‘worth-it’ seperti Mercedes-Benz W220, atau bahkan sedan flagship BMW, yaitu seri 7 sasis F01.
Inilah yang membuat kami kagum dan heran akan si E30, karena berhasil membuat banyak orang rindu atau senang akan mobil ini.
Ingin bukti? banyak orang yang rela mengembalikan kondisi E30 sedekat mungkin sampai kondisi baru dengan menghamburkan banyak uang sampai ratusan juta.
Jika ditotal, uang restorasi dan pembelian mobil bisa membeli Avanza seken atau Innova seken yang jika dipikir-pikir, lebih rasional.
Bagaimana bisa? Tanya saja ke pecinta berat BMW E30. Mereka bisa mengeluarkan lebih dari Rp 200 juta untuk membugarkan kembali si E30 ini. Tidak percaya? Bagus, kami sarankan jangan ikutan ‘nyebur’.
Pastinya banyak orang rela melakukan ini karena E30 mempunyai fitur teknis yang membanggakan dong? Ternyata, ngak juga.
Mesinnya? Biasa saja, 4 silinder 1.800cc yang tenaganya seringkali sudah uzur termakan usia. Apalagi dari baru pun tenaganya juga ngak gede-gede amat, biasa saja.
Teknologi mesin? sangat sederhana, SOHC dengan HVA, bukan per klep atau valve spring.
Manajemen mesin? masih pakai AFM alias Air Flow Meter, komponen yang sering banget rusak dan vital karena bila sudah rusak, mesin bisa-bisa tidak langsam atau bahkan tidak bisa hidup. Biasanya komponen ini kena karena karbonnya habis.
Merepotkan? Jelas! Kontributor kami pernah menghabiskan waktu 9 jam non stop mengubah posisi lidah dan gerigi dari airflow demi mendapatkan idle yang stabil dan rasio udara yang pas.
Mesin yang relatif lemah ini pun sering overheat. penyebabnya beragam, namun seringkali karena radiator kotor, water pump lemah, visco fan lemah, dan extra fan lemah. Yang paling sering sih urusan kipas-kipas itu.
Extra fan seringkali tidak aktif untuk speed 1 dan speed 2, ini lah yang sering membuat mesin cepat panas.
Masalahnya udah itu aja kan? Oh tidak, masih banyak. Gak usah ditutup tutupi deh, yang pernah punya E30 pasti pernah merasakan setir yang semakin hari semakin berat.
E30 memang sudah menggunakan power steering, tapi steering rack E30 ini lemah. Selalu bocor, bisa dari sil, atau batang krom yang baret.
Masih ada lagi? Oo tenang saja, list-nya masih panjang. Misalnya, HVA seringkali berisik sehingga perlu diganti. Lalu, hal unik, kecil, namun sangat menyebalkan, apalagi ketika sedang hujan badai di tol luar kota adalah dynamo wiper E30 ini suka mati. Udah gitu, nyarinya juga susah, banget.
Kekurangan si E30 masih bertambah lagi. A/C? ngak dingin-dingin banget. Tapi, masih ada aja yang rela pake kaca bening di E30-nya. Kami yakin, gitu turun mobil, punggungnya basah.
Posisi nyetir? Ngak enak, cenderung miring ke kanan.
Belum lagi keroposnya, ini yang paling ‘nikmat’. Karena, keroposnya bukan hanya di 1 atau 2 titik. Keroposnya bisa di sasis, dek bawah, bagasi fender, tempat aki, dan firewall. Mobil ini pun bisa jadi benar-benar ‘crispy’ karena keroposnya.
Jadi ya.. kalau kalian mau beli E30, siap-siap saja. Tapi sebenarnya, si E30 bukan mobil yang rewel kalau tidak dipedulikan rengekannya.
Dari tadi, minusnya mulu yang kami bahas. Kenapa? Karena memang itu faktanya. Dan disini posisi kami bukan tidak punya pengalaman, kontributor kami pernah benar-benar jatuh cinta pada E30 sampai tergila-gila.
Bagi kontributor kami, yaitu Angga Raditya, E30 itu seperti narkoba, Once you try, you’ll never get enough. Kalau misal DeepEnd-ers tanya ke Angga jika E30 cocok buat harian atau tidak, Ia akan menatap DeepEnd-ers dengan sinis dan berkata “Ga usah!” dengan sepenuh hati. Kenapa? Karena dia gak mau orang terjebak rayuan maut si E30.
Apa dia punya basis kuat untuk berkata seperti ini? Tentu ya, dia pernah memiliki BMW E30 selama 8 tahun, delapan! Dan selama ini, seluruh komplain dan ocehan tadi merupakan kutipan langsung dari Angga. Gak mungkin DeepEnd sembarang ngomong!
Kenapa mobil ini selalu diburu orang sih? Kalau ditanya, banyak menjawab “Keren”, “Seneng bentuknya, klasik”, “Ganteng mobilnya”, atau untuk yang berpengalaman dengan E30, “ngangenin”.
Ya.. memang tidak bisa dipungkiri kalau di Indonesia, faktor good-looking akan mendapatkan keuntungan lebih. Liat saja si E30, udah ngak enak, ngak nyaman, rese, tapi banyak yang mau karena keren. Masuk akal? Tentu tidak.
Mau bangun E30 seperti kondisi seperti dari pabrik? 1 kata dari Angga, delusional. Kecuali DeepEnd-ers punya budget Rp 500 juta, mungkin hal tersebut tidak akan jadi delusional.
Angga punya teman yang benar-benar maniak E30. Total, sudah habis uang Rp 700 juta untuk bangun E30 impiannya, dan ini 4 pintu, bukan coupe atau cabriolet.
Rp 700 juta buat apa saja? Komponen baru, di seluruh sektor. Bagi teman si Angga ini, memang tidak masalah. Namun baginya? lebih baik cari rumah cluster di area Cisauk daripada beli komponen dalam kardus BMW Teile.
Tapi percayalah, setiap orang akan suka E30 pada waktunya. Angga pernah bekerja sebagai jurnalis dan pernah berkesempatan mewawancarai Edmund Breyton. Iya, founder-nya tuner Breyton. Ketika dalam sesi wawancara dan membahas E30, wawancara tersebut malah berubah jadi cerita selama sehari penuh.
Jadi intinya tulisan ini apa? Angga cuma ingin berbagi pengalaman saja selama urus E30. Baginya, E30 ini seperti kanvas kosong. Mau diapain aja bisa. Performa bisa, stance bisa, restorasi total OEM bisa, single tuner bisa, atau bahkan buat jadi barang dagangan pun bisa.
Percaya deh, E30 itu mau diapain aja pasti tetep ada yang apresiasi dan suka, selama orisinalitasnya tidak dirusak.
Artikel ini ditulis oleh:
Angga Raditya
@anggarecaro
Pengamat Modifikasi Mobil.