Selain soal bengkel dan perawatan, diskusi antara Populix dan FORWOT juga menyoroti masalah akses pengisian daya serta pentingnya standarisasi baterai dalam mendukung pertumbuhan ekosistem EV di Indonesia.

Data dari Populix menunjukkan 63% pengguna mobil listrik dan 29% pengguna motor listrik masih mengandalkan SPKLU untuk mengisi daya karena dianggap lebih cepat. Namun, dengan banyaknya merek kendaraan yang menggunakan sistem dan jenis baterai berbeda, pengisian di SPKLU justru menjadi tantangan baru.

Prof. Dr. Evvy Kartini dari National Battery Research Institute (NBRI) menegaskan bahwa “interoperabilitas” adalah kata kunci. “Harus ada standarisasi supaya pengisian daya nggak cuma bisa dilakukan di stasiun milik brand tertentu. Ini penting sekali untuk kenyamanan pengguna,” tegasnya.

Ia juga menyinggung soal regulasi keamanan baterai yang masih belum maksimal. Meski SNI 8872 sudah ada sejak 2019, belum ada kewajiban penerapannya dari pemerintah.

Diskusi ini diharapkan bisa jadi masukan penting bagi pelaku industri dan pemerintah untuk mempercepat transformasi mobilitas hijau di Tanah Air. Tujuan akhirnya jelas: mengurangi ketergantungan terhadap BBM fosil, dan menjadikan EV pilihan utama masyarakat Indonesia.