Awalnya, Felix Lesmana ingin mencari 964. Tentu ini lebih klasik auranya. Tapi di market, not available. Sementara 993 Targa, malah nongol. 3.8 liter and yes its on paper. So…, apa boleh buat. Toh yang ini juga unik dan pastinya rarest.
993 dirilis di saat resesi yang menimbulkan masalah keuangan di 80-an dan awal 90-an. Maka…, Jerman butuh gebrakan. Lewat 993, dan Targa, market shock diciptakan.
Diproduksi antara tahun 1993-1998, 993 adalah yang terakhir dari Porsche berpendingin udara (air cooled), menjadikannya favorit di antara para 911 hard-core karena kesamaannya dengan yang asli versi 911 tahun ’60-an.
Karakter mobil aslinya sesuai eranya. Sangat responsif dan menyenangkan. Mulai dikenalkan 23 tahun lalu. Bikin bengong publik. Sebab terdapat sistem Greenhouse, alias ‘Rumah Kaca’ dimana ada atap kaca yang dapat ditarik. Desain ini menyatakan dengan jelas bahwa atap kaca akan tertarik ke bawah di bawah jendela belakang yang memperlihatkan celah besar.
Konsekuensinya, panas di kabin, bebunyian suara di luar dan mekanisme yang sangat rumit. Atap Targa lebih berat daripada atap coupe, dan bobot ekstra itu ada di bagian atas mobil, meningkatkan pusat gravitasi dan mengurangi kemampuan penanganan.
But so what?!
Ekspresi dari kemurnian dalam pengalaman bermobil, diwakili 993. Tanpa ada asisten pengendara, tiada pengawasan elektronik, bahkan punya mesin 6 silinder yang berlawanan secara horisontal. Model Targa yang langka bahkan lebih dari itu. Menjadi favorit di antara pecinta Porsche, dan berharga sangat tinggi.
Maka Targa 993 adalah sebuah kesucian otomotif.
Dan…, Felix tanpa pandang bulu, melenyapkan semua hal yang sifatnya puritan.
Hell yeah!
Targa berbasis 3.8 liter 993. Tadinya mau disentuh minimalis. Main velg dan coils. “Tapi ini boleh dibilang kan seperti pelampiasan. Makanya gua pilih RWB,” ucap Felix yang sejak di Seattle sudah hobi modifikasi mobil.
Tak heran jika tercipta Hanran (叛乱). Artinya lebih kurang sama dengan makna Rebellion, branded apparel store milik Felix yang bernama serupa, Rebellion Official Club.
Pemberontak!
Jadi jangan heran ya, kalau DeepEnd meminta Felix mengarahkan mobilnya di tanah merah. Biarkan Hanran menjadi pemberontak barang sehari. Bosan di jalan aspal melulu.
Felix pun saat itu pasrah.
DeepEnd nyemplak di Recaro Profi SPG. Pas masuk sesuai kontur bodi. Dibawa ngepot juga diam anteng. Sesuai dengan size Felix. Grip di badan mantap dan tidak pegal seperti model lain. Materialnya Alcantara, yang semuanya disub dari UK.
Bukan saja saat peliputan, DeepEnd juga sempat nebeng di Jogja. Rolling night. Geber-geberan. Catatan dari DeepEnd, suspensinya modern feeling, mesin sudah restorasi sehingga rev atas-bawah terasa sempurna, dan kabin juga freshy dengan indikator dan material pelapis kabin yang lebih baru.
Hanran memakai exhaust terbuat dari material titanium. Sudah valvetronic. RWB punya gawe. Dalam pemasangan, tentu karena Akira Nakai sudah riset, maka tidak ada kesulitan sama sekali. Plug and play. Di perjalanan Bandung-Jogja “Pulang Ke Uttara” sejauh 510 kilometer, DeepEnd yang saat ngikut di mobil RWB Indonesia 007 Tsubaki, melihat Hanran memang lincah. Hanran (maupun Tsubaki), tidak mengalami masalah seperti orang luar punya pemikiran. Sudah dibuktikan. Tanpa masalah. Welldone!
Wide body kit RWB yang terdiri dari front bumper, rear bumper, side rocker, front wide fender, rear wide fender, front canard, turbo airscoop + fog lamp. Khusus duck tail, “Kebetulan gua enggak suka yang tinggi-tinggi,” aku Felix.
Tipe body kitnya street race version. “Dikarenakan lebih halus dan tidak terlalu race look,” ungkap Felix. Tidak ada kesulitan mengaplikasikannya. Material terbuat dari FRP kualitas wahid. Dan pengecatan semua dilakukan di Triwa’s Auto Body. Jangan tanya biayanya, takut DeepEnder ngilu. Toh Felix mencari yang terbaik, dan pengalaman sekian puluh tahun, “Memberikan 100% kepercayaan semua ke pak Triwa.”
Apalagi RWB ini bagian dari investasi. Maka dipilih warna yang sifatnya bisa dinikmati hingga beberapa dekade ke depan. Kelirnya itu Nardo Grey. Warna yang sangat subtle dan classy.
Di dalam sitenya, RWB menyarankan Targa memakai velg SSR 18x(10.5+12) inci, dan ban berukuran 265/35/18 dan 335/35/18. Tapi Felix malah memakai Work Meister. Ganti model saja yang lebih personal, namun tetap mengikuti apa yang RWB Japan punya set up. Yang menarik, terdapat certified emboss RWB di lips velg, sebagai bentuk kolaborasi RWB dengan Work.
Ukuran velg depan 18×10 dan 18×13 inci di belakang. Ban menggunakan Pirelli P Zero Corsa 265/35ZR 18 dan 335/30ZR18. Tanpa adaptor ya! Tapi center hub dilepas agar tak keramean. Biarlah matte black center with bronze finished menjadi magnet utama. Bahkan center hub kagak terpasang, takut jadi keramean.
So far, ada yang kurang? Tentu tidak.
Workshop:
Wide body kit: RAUH-Welt BEGRIFF @rwb_official
Engine, under carriage & supervise: Klase Autolab @klase_autolab
Paint: Triwa’s Auto Bodyshop
Technical support: Concept Motorsport @conceptmotorsport
Interior coating: Colour Fresh Indonesia @colourfreshindonesia
Coating & detailing: Gloss Factory Indonesia @glossfactoryindonesia
Data Mods:
RWB wide body kit, RWB exhaust, Recaro Profi SPG seats, Recaro sliders, Recaro retrimmed full Alcantara + yellow stitching + grey checquered pattern, Bilstein PSS10 coilovers, Work Meister wheels 18x(10+13) inches, Pirelli P Zero Corsa tyres 265/35ZR18 & 335/30ZR18, RWB Illest steering wheel, Rothsport quick release steering wheel, Rennline pedals, OEM yellow seat belt