Defender ini berpenggerak four-wheel full-time. Didukung oleh mesin diesel 2.4 liter 90kW yang menyemburkan torsi 360-60 Nm lebih dari model tahun 2003. Konsumsi bahan bakar gabungan tetap sama pada 10,0 liter untuk 100 km di jalanan datar, tetapi emisi CO2 turun dari 282 g/km menjadi 266 g/km.
Apa yang disebut dengan fun to drive di era modern adalah tentang bahu tidak cape, pinggang tidak sakit, tangan kiri bermain gadget (walau tidak disarankan!), dan segala macam kemudahan elektronis lainnya. Hingga sampai ke titik di mana hampir tidak terasa seperti mengemudi sama sekali.
Tapi naik Defender ini malah seperti membaca majalah hobi dengan desain luks. Dimana koran telah ditinggalkan, karena sudah terpapar media digital. Sebuah niche market yang bermain di area otentik tanpa satu orang pun di luar lingkungannya mengerti, “Mengapa harus membeli mobil ini?” Iya ini full spec. Tapi bukan karena full spec, mobil ini dibeli.
Di tahun 2011, harga Defender 90 model pendek ini sekitar 800-an juta. Untuk sebuah kendaraan bermesin diesel 2.4 Euro 2. Spesifikasinya teramat ramai. Peredam dan jok belakang bisa dilipat serta model mobil yang long lasting design, nampaknya mahal sekali. Hanya orang hobi yang mampu mengerti Land Rover. Apalagi soal kurs Poundsterling yang bergerak sedikit saja, akan terasa dampaknya.
Oleh karena pehobi itulah, setelah 7 tahun, terlihat kasat mata bahwa Mr. HS memang pandai merawat barang. Catnya ya Tuhan, masih kilap. Jamur pada kacanya tidak menghilangkan warna hijau aslinya. Bagian yang ia biarkan menua, rasanya hanya pada foot step saja.
Si Bapak ini memang hidup dan mengakar pada jip, minimal SUV. TJ, FJ, JK, TLC, pernah punya. Suatu ketika ia kunjungan ke Java Motors yang di Kwitang. Kebetulan dapat kesempatan mencoba Land Rover dari mobil yang selesai servis. Impresi Eropanya muncul, “Kesannya kayak mobil BMW, firm and rigid,” aku Mr. HS. Dan boooom, dibelinya model short. “Sekarang sudah ditawar 1.35M. Tapi saya belum mau lepas,” ujar warga Kelapa Gading ini. Short memang paling dicari.
Setelah satu tahun menikmati standaran, diakhiri dengan modifikasi minimalis. Velgnya diganti, dapatnya limited. Velg Saw Tooth alias gigi gergaji berdimensi 16×7,5 inci. 5 velg kali @300 pound. Kalau mau lebih murah, tentu bisa beli KW satunya, namun tanpa embos Landy di balik velg.
Velg tersebut dibungkus ban 235/85R16 produksi baru. Keluaran BFGoodrich, dengan tipe All-Terrain T/A. Bagi DeepEnd, secara looks ini nice combo. Desain velg kok ya pas banget sama dinding bannya. Everything looks like a couple.
Pada ban ini terdapat stempel “Baja Champion” di bead rim. Itu bukan sekadar cap, tapi memang bukti keberhasilan ban tersebut menjadi bagian dari kemenangan banyak tim di Score Baja, Mexican off-road motorsport race yang diadakan di Baja California Peninsula. Lebih dari 40 tahun di ajang tersebut, BFGoodrich memiliki lebih dari 80 kemenangan keseluruhan dalam balapan SCORE Baja, lebih banyak dari semua produsen ban lainnya yang digabungkan.
Keberhasilan balap awal itu juga meluncurkan kategori ban baru yang revolusioner yang berkontribusi pada pertumbuhan industri truk dan penggerak roda empat secara keseluruhan. Salah satunya ya ban yang dipakai di Defender 90 ini. Ban tersebut dianggap sebagai solusi praktis untuk penggunaan sepanjang tahun dengan masa pakai tapak yang lebih panjang.
Dukungan kendali mobil di bagian bawah dijatuhkan pada sokbreker Fox Racing. Peredam adalah salah satu komponen yang kudu diperhatikan. Jika kurang baik fungsinya, bisa-bisa seperti jelly. Apalagi kalau sudah rusak. Suspensi asal Inggris ini bisa membuat mobil lebih stabil. Harganya 10 juta per set. Sama dengan ban dan velg, suspensi ini dibeli di Roma Autosport.
Sedikit koreksi pada bagian depan, dengan memakai steering damper dari Tough Dog buatan Australia. Walau terlihat tunggal dan terpasang horisontal, Tough Dog seri RTC (Return To Centre) ini bekerja bagaikan ibu pada anaknya. Selalu menarik pulang, saat anaknya ingin bermain hingga larut malam. Untuk setiap tindakan, ada reaksi yang sama dan berlawanan. Setiap kali ada sesuatu yang mendorong kemudi, RTC ada di sana dengan reaksi yang sama dan berlawanan untuk membuat setir tetap di jalurnya. Salah satu guna lainya, mengurangi meliuk dan goyangan.
Modifikasi lainnya menyentul soal detail. Pria kelahiran 1971 ini mengupgrade sisi performa mesin. Modalnya hanya plug and play. Memakai teknik chip up menggunakan Dastek Unichip QPlus. Biayanya 8 juta rupiah. Hasilnya cukup signifikan. “Torsi standar 330 naik jadi 400 nM. Dan HP dari 130 menjadi 160,” ungkap Mr. HS. Impresi yang didapat, bawahnya terasa banget, sedangkan di atas bisa dimaksimalkan hingga 140 kpj.
Detail lainnya, dipasangkan pengenteng kopling Red Booster. Saking entengnya, lantas ditambahkan per agar sedikit ebih berat. “Tapi hasil ini sekarang, masih lebih enteng dari Granmax.” Sistemnya dengan meminjam angin dari booster rem. Bahayanya, kalau macet, sama-sama ngerem berbarengan ya sama-sama jadi keras.
Jok Recaro diaplikasi supaya posisinya tidak miring lagi seperti halnya jok standar Landy. “Tadinya mau yang versi anniversary 60, tapi harganya 100 jutaan.” Jadilah sekarang memakai Recaro SR7F KK100 yang tanpa embos ultah. Empuk. Bucketnya juga soft, turun naiknya enak. Untuk yang ini, harganya 40 juta sepasang. Dibeli dari kondisi brand new.
Workshop:
Velg, ban, under carriage & jok: Roma Autosport @romaautosport
Audio: Audioworkshop @wahyutanuwidjaja.wt
Data Mods:
Wheel Saw Tooth 16×7,5 inci, tyre BFGoodrich All-Terrain T/A 235/85R16, shockbreaker Fox Racing, steering damper Tough Dog RTC, engine management Dastek Unichip QPlus, servo clutch Red Booster, jok Recaro SR7F KK100, head unit Alpine CDA-9886M, power Alpine, prosesor Alpine PXAH800, speaker Venture, midbass Denis AcouStic 4 inci, midhigh Venture V50, sub Rainbow 8 inci