SL singkatan Sport Leicht (Jerman) atau Sport Lightweight (Inggris). SL selalu menjadi standar populer, berkat kemampuannya menggabungkan kualitas touring sporty dengan kenyamanan dan kualitas. Versi R129 dari Mercedes-Benz SL tidak terkecuali, sebuah convertible sporty dua kursi.

Untuk model tahun 1990, Benz menyiapkan R129 ini sebagai pengganti R107 yang telah melayani SL-Class sejak tahun 1972. Selain dari bentuk yang jauuuh berubah, R129 mempunyai suspensi sport-mewah, A-arm dan suspensi belakang multi-link sepenuhnya independen, rem cakram empat roda, dan sasis unibody. Bahkan terdapat roll bar otomatis sebagai fitur keselamatan.

Ruang mesin seperti baru dipakai 2-3 tahun. Kabinnya masih segar bugar. Begitu apik dirawat. Padahal usianya sudah 24 tahun.

Pada mesin, R129 silver ini mengusung 3.200 cc dengan cam overhead 3,2 liter segaris enam silinder di 220 hp. Model ini bertahan hingga 1998. Kemudian selanjutnya, digantikan oleh R230 SL-Class pada tahun 2002 untuk model tahun 2003.

DeepEnd mengecek, mendalami dan menumpang SL320 milik Mr. AR ini. Kondisinya ultra mint. Under carriage masih perawan. Ruang mesin seperti baru dipakai 2-3 tahun. Kabinnya masih segar bugar. Begitu apik dirawat. Padahal usianya sudah 24 tahun. Mr. AR tipikal paham detail. Jadi jangan sampai kolongnya kena speed bump, ia segera tahu. Ada bunyi minor, workshopnya diuber-uber suruh diberesin. Pure perfectionist.

Oleh karenanya, semua itu related banget dengan value modifikasinya. R129 diproduksi sebagai roadster dua pintu, dua kursi, dengan atap tekstil otomatis (elektro-hidrolik) yang dapat dilipat, dengan penutup tonneau yang seperti cangkang, serasi warna. Tapi itu tidak cukup. Atapnya kini sudah merah.

Bahannya mohair fabric yang memiliki pelindung kain hidrofobik. Pelindung kain ini membantu meningkatkan masa pakai kain, lewat kemampuan tahan air yang sangat baik, tahan terhadap jamur, tahan terhadap kotoran dan membantu menjaga tahan luntur warna kain. Namun…, ini negara tropis, DeepEnd percaya Mr. AR memperhatikan perawatan rutinnya.

Merah ketemu silver, jadi nendang. Tudung merah ini tebalnya hanya 1 mm. Dipotong dengan komputer agar precise fit. Mesin potong terkontrol komputer terbaru untuk memastikan barang dipangkas akurat, hingga -0,01mm untuk kecocokan yang tepat. Walaupun tipis, namun daya tahannya hingga 15 tahun.

“Dari UK barang dikirim ke USA, lantas gua tenteng ke Jakarta,” cerita Ryan.

Pemesanannya masuk dalam kategori unik. Mr. AR meminta Ryan Melano, Antelope Ban, untuk mengorder red hood ini. Bukan hitam, not navy. Ryan sendiri sedang berada di Fullerton, California, saat ditelpon Mr. AR. Akhirnya, “Dari UK barang dikirim ke USA, lantas gua tenteng ke Jakarta,” cerita Ryan.

Ini semua tentang built to perfection. Sama halnya pada wheel fitment. Awal Januari 2018, Rotiform PNT ini mendarat ke Bogor. Di IG @antelopeban tertanggal 28 Januari 2018, PNT sudah terpasang. “Rotiform PNT 3-piece concave, no leg, step lip,” ucap Ryan.

“Ajib buat stance, tapi jalan cruising juga enak.”

Velg ini exotic, persis seperti mobilnya. Masih masuk di SL, sesuai eranya. Face PNT tidaklah mendominasi, sebab dulunya Penta dipakai di Tiger pun tak besar ukuran palangnya. Tapi lewat kalkulasi bespoke yang tepat, terlihat jelas bentuk concavenya.

Velg lebar max dengan ban lebar max yang bisa ditelan fender waktu celup. Ukurannya 19x(10.5+11.5) inci dibalut ban Toyo T1Sport 245/35ZR19 dan 285/30ZR19. Bannya malah amat terlihat narik sidewallnya. Ajib buat stance, tapi jalan cruising juga enak.

Rotiform PNT

CONCAVE DI DALAM, BIBIR DI LUAR

Bahwa Rotiform PNT terinspirasi pada AMG Penta, kemudian dibuat lebih modern, kompleks dan kinclong. Flashback sedikit soal Penta. Dirancang oleh Hans-Werner Aufrecht (1979), diproduksi oleh ATS (Auto Technisches Spezialzubehör) dan dipasarkan oleh AMG. Nama Penta muncul saat Penta, perusahaan berbasis di Inggris, menjadi vendor yang sanggup melengkapi high demand untuk velg AMG. Nama Penta mudah dicerna, lebih mudah diingat dari nama aslinya yaitu Five Spoke Road Wheels.

Ini sebenarnya PNT pertama yang ada di Indonesia. Sebagai respons daripada E63 wagon milik bos Rotiform, Brian Henderson. Ryan lantas kontak Jason Whipple, partner Brian di Rotiform. “Gua waktu itu diskusi sama Jason buat bikin model ini. Pas keluar ide ini buat bikin AMG jadul look zaman Tiger, tapi diremodel modern supaya dominan tampangnya,” ucap Ryan. Ndilalah, ternyata Mr. AR malah menyambut gagasan ini.

Teknisnya; lips maksimum 4 inci di belakang, karena mobil maunya punya bibir tanpa korbankan bodi. Bikin no legs aja, supaya concave pentanya di dalam, tapi bibir di luar. Penta bibir asli cuma 5 cm ke dalam, tapi yang di SL ini bibirnya 10 cm.

Jika offsetnya benar, maka totally bespoke fitment. Kenapa facenya kecil? “Karena aslinya si Penta juga kecil. Makanya mainnya di outer ring” kata Ryan, bapak 2 anak putri ini.

Batang palang yang tak sampai ujung, membuat bibir velg tetap tebal dan deep.

Airlift

SHOW STOPPER

Airlift sebagai bagian dari low fitment regime, diaplikasi pada SL320 ini. Stabil dibawa jalan. Punya height sensor yang mengontrol ketinggian mobil supaya tetap rata di segala kondisi jalanan.

Ada 3 mode yang disimpan di save mode. ‘Low’ itu waktu slammed abis. Lantas ‘Ride’ untuk posisi jalan sekitar 65%, dengan catatan max air supply di depan dan 45% di belakang. Sedangkan ‘High’ adalah posisi paling tinggi dengan 100% max air di balon depan dan 75% di belakang.

Sementara pada rubber, kesemuanya memakai double bello. Sistem dikontrol oleh Airlfit 3P3H. Buat show off, yang asyik adalah saat mode ‘Low” diklik, ada jeda sepersekian detik diam, dan tiba-tiba ceper mampus. Show stopper!


Workshop:

Antelope Ban @antelopeban


Data Mods:

Wheels Rotiform PNT 19x(10.5+11.5) inches, tyres Toyo T1Sport 245/35ZR19 & 285/30ZR19, air sus Airlift, air sus controller Airlift 3P3H, bespoke car hood