Flashback ke Juli 2020.
Sebab sama-sama di bawah payung Deepend, Teguh Hartoyo sigap meminta Ted Diesta untuk mengilustrasikan Suzuki Jimny JB74 menjadi kendaraan topless, yang bisa serbaguna dipakai di pantai, ligh off-road bahkan city slicker sekalipun.

Sesudah mendapatkan konsepnya, akhirnya dibikin blueprint terhadap struktur mobil dan redesain bentuk secara minimalis tanpa mengurangi unsur keamanan dan fungsi mobil.

Setelah 4x perubahan desain, maka ditemukan formulasi yang cocok, sehingga langsung dikirimkan ke Yudhi Mursatriaji. Dimana Yudhi kaget saat itu, “Dipikir hanya Jimny biasa, ternyata JB74 baru, yang langsung minta dipotong pilar-pilarnya.”

Teguh dalam bermobil memang tak pernah tanggung. Jarang ia pusing dengan mobil, apalagi modifikasi. Dengan knowledge backgound yang memadai, ia tahu persis apa yang akan diLakukannya. Di luar itu…, koleksi motornya saja mencapai 30-an unit. Itupun setengahnya full orisinal, sisanya dibikin engine spec up and a lot of accessories.

Jadi tak perlu heran jika JB74 ini out of the box.

Terdapat 3 hal yang patut dipelototi bila bertemu Surf Rider, nama julukan si abu ini.

Pertama, pillarless dan topless.
Mengapa harus ditiadakan pilar dan atapnya? “Selain permintaan kastemer, memang hanya pada Jimny versi terakhir ini tidak dibuat versi topless,” ucap Yudhi.
Frameless dibuat supaya terlihat lebih clean dan kalau kaca posisi terbuka akan lebih open. Bahkan lebih leluasa melihat pemandangan tanpa ada halangan frame kaca.

Namun tentu terdapat konsekuensi dari peniadaan ini.
Jika hujan, ya sementara ini apes. Tapi sebentar lagi akan dibuat ‘atap baru’ yang memadai dan mudah digunakan. Improvisasi dari ‘kendala’ ini adalah dengan membuat atap terbagi 2, yaitu di depan dan belakang. Memakai bahan alumunium supaya lebih praktis dan ringan. Walaupun pada intinya, membutuhkan waktu dan tenaga sewaktu install atap secara manual. Namun bukankah ini ciri dari sebuah jip sejati seperti JK dan JL sewaktu pemiliknya membuka atapnya?

Agar melindungi penumpang, dibuatkan rollcage. Harus plug and play. Tanpa mengeser trim-trim bodi dan door trim. Tricky sekali, sebab space amat terbatas tetapi kekuatannya kudu memenuhi syarat.

Kedua, pintunya.
Menggunakan alumunium yang tentunya tahan karat dan berbobot ringan.
Pembuatan pintu-pintu replika ini terjadi tanpa harus mengubah semua mekanisme mekanikal dan elektrikal di area tersebut. Power window masih bekerja, regulator kaca pun demikian, karet-karet menempel kembali, bahkan door lock, door hinge, doort rim, serta sistem di dalamnya tak berkurang fungsinya sedikitpun.

Agar presisi, wajib mengukur setiap lekukan dengan pintu aslinya. Tentu ini hal yang rumit. Sebab ini mengejar kesamaan dengan aslinya. Well, ini sebenarnya upaya mengurangi karat dan korosi pada mobil ini. Kan mau dipakai juga di pantai, khususnya di Bali kelak.

Namun fabrikasi pintu mobil retro dan modern tentu banyak mengalami perbedaan. Berbeda dengan pintu modern, yang jauh lebih njelimet, dan punya banyak sekali sudut dan lekukan.

Pintu mobil jadul punya struktur bodi tidak rumit, dan membuka peluang untuk dicustom lebih banyak. Contohnya yang banyak direplikasi seperti Porsche 356, Landy dan mobil era dahulu yang bentuk dan desainnya masih sederhana.

Di Tanah Air, awal fabrikasi mobil dicontohkan oleh karoseri. Hasilnya yang sederhana, enak dilihat dan tentu kuat bertahun-tahun di jalanan. Kini mobil-mobil era sekarang, produksinya memakai mesin-mesin produksi yang canggih seperti full press body, stamping dan lain sebagainya. Berbekal alat tersebut, pembuatan pintu yang rumit akan sangat memungkinkan.

Maka…, DeepEnd boleh acungkan jempol pada Yudhi. Ia mereplikasi pintu Jimny JB74 dengan alat-alat semi modern, dan relatif banyak menggunakan tangan alias handmade. Termasuk saaat ia membuatkan pintu belakang dan dudukan barunya, yang selain harus presisi rapi, tapi juga kuat dengan memperhitungkan beban spare tire.

Ketiga, shower.
Ketika selesai bermain pasir di pantai, atau bermandi lumpur di jalur off-road, tentu ingin segera membilas tubuh atau sekadar membasuh tangan dan muka. Apalagi ke pelosok yang belum tentu ada sumber air bersihnya.

Tangki dibuatkan di belakang karena di sisi sebelah kiri ada awning. Sementara jika di sebelah kanan, ada unsur safety yang diperhatikan. Negara kita menganut right hand drive. Maka bila shower di kanan, dan sewaktu-waktu akan memakainya, akan sangat berbahaya sekali jika digunakan di pinggir jalan.

Bagaimana undercarriage?
Tidak terlalu rumit. Walaupun tak terlau harus dipelototi, sebab aplikasinya tak terlalu hardcore. Yang penting tanjakan 45 derajat bisa naik, gundukan tanah tak mengganggu mesin dan sistem kaki-kaki. Maka dipasangi underguard untuk melindungi steering link dari benturan gundukan pasir. Lantas ada traction board di kala kehilangan traksi di pasir.

Kemudian, pemakaian spring dan shock arbsorber dari Old Man Emu Versi OEM-nya terlalu soft, sehingga efek body roll sangat terasa. Apalagi…, kini telah membawa beberapa peranti di bagian atas yang pasti akan mempengaruhi centre of gravitynya, sehingga akan menyebabkan body roll lebih banyak.


Workshop:
Java Fabrication @javafab