Produsen otomotif ternama mulai serius menanggapi pasar mobil listrik di Indonesia, salah satunya adalah Hyundai yang pertama kali merilis mobil listrik secara resmi di Indonesia melalui Hyundai Ioniq dan Hyundai Kona Electric.
Hyundai tidak hanya ingin menjual mobil listriknya di Indonesia, Hyundai ingin lebih serius lagi menanggapi pasar yang sedang ramai tidak hanya di Indonesia ini, tetapi juga di dunia.
Caranya, Hyundai bekerjasama dengan LG Energy Solution untuk membangun pabrik sel baterai mobil listrik di Indonesia. Tepatnya di Karawang New Industry City, Jawa Barat.
Pembangunan pun resmi dimulai pada 15 September 2021. Seremoni ini dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, serta Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Selain itu, seremoni ini juga dihadiri oleh Hong Woo-pyeong, CEO Battery Cell joint venture dan Youngtack Lee, Head of Asia-Pacific headquarters Hyundai Motor Company.
“Hyundai Motor Group terus fokus mengembangkan kemampuannya agar dapat menjadi pemimpin global di pasar kendaraan listrik, yang mana menjadi kunci daya saing di masa depan. Keberadaan pabrik ini adalah bagian dari upaya tersebut,” ungkap Euisun Chung, Chairman Hyundai Motor Group. “Dimulai dari kehadiran pabrik ini, ekosistem kendaraan listrik akan dapat sukses terbangun di Indonesia seiring dengan pengembangan dari berbagai industri terkait. Lebih jauh lagi, kami berharap Indonesia dapat memainkan peran penting di pasar kendaraan listrik di ASEAN.”
Pabrik ini dibangun diatas lahan sebesar 330.000 meter persegi dan rencananya akan selesai pada semester pertama tahun 2023.
Setelah itu, produksi baterai akan dimulai pada awal tahun 2024. Pada kapasitas menu, pabrik ini bisa menghasilkan 10 GWh sel baterai lithium-ion dengan bahan katoda NCMA (nikel, kobalt, mangan, aluminium) setiap tahunnya, yang mana cukup untuk memenuhi kebutuhan 150.000 unit BEV.
Selain itu, fasilitas ini juga akan disiapkan untuk meningkatkan kapasitas produksinya hingga 30 GWh agar dapat memenuhi pertumbuhan permintaan BEV di masa yang akan datang.
Pemerintah Indonesia sendiri setuju untuk menawarkan berbagai insentif dan dukungan demi turut mendukung stabilitas dari sisi operasional pabrik tersebut.