Sesungguhnya…, karya Kazuki Ohashi banyak didambakan oleh #KaumTerdidikModifikasi Indonesia. Dimana secara historis, pondasi mobil-mobil erotis saat ini, sudah dimulai lebih awal oleh senior-senior kita yang bermain dengan veg besar yang rapat dengan fender, atau bahkan celup.
2 dekade lalu, pada Lancer GLXi, dipasangkan 20×8.5 inci. Kini, banyak mobil beredar yang mementingkan lebar velg. Tak perlu besar diameternya, yang penting bentuknya harmonis dengan bodi, namun lebar velg menjadi fitment goal. The more wider, the more aggressive.
Maka ketika mendengar nama Kazuki Crossglow, serempak se-Tanah Air dibuat geleng-geleng kepala. Jakun sekalian naik-turun pertanda kepincut. Lah wong DeepEnd aja kepengen.
Tapi sejak berubah namanya menjadi Madlane, benar-benar tak bisa ditahan lagi untuk anjangsana ke sana. Di tanggal 3 Januari 2023, kami gercep. Ajukan visa, beli JR Pass dan pesawat dan reservasi hotel. Eh enggak taunya, Madlane absen dari Tokyo Auto Salon 2023. Ya sudah, akhirnya kami pastikan untuk mengunjungi langsung ke workshopnya di 71-3 Ishiki, Maniwa, Okayama 719-3151.
Bukan perjalanan yang mudah bagi kami. Walaupun DeepEnd mengajak serta Gesrexgang, tapi ini adalah perjalanan pertama ke kota Okayama. Untungnya, Kazuki-san menerima kami di hari Selasa, 2 hari setelah Tokyo Auto Salon selesai digelar.
Hari Minggu itulah DeepEnd baru memesan hotel. Ketemulah Mitsui Garden. Beruntung banget jaraknya seperti geser dari Plaza Senayan ke Senayan City. Di hotel itu juga, DeepEnd “menjerumuskan” Gesrexgang untuk ikut onsen di lantai 10 hotel kami menginap. Bugil-bugil semua kecuali kami yang menyisakan cawat di badan. Zikri dan Aldi nampak “puas banget” memandang sejumlah pria Jepang telanjang. Akhirnya malam itu, mereka bisa tidur nyenyak.
Pagi sekali, kami dapat berita melalui chat di Line, bahwa diperbolehkan datang lebih pagi. Jam 7 kami sudah keluar mencari breakfast ekspres, dan pergi naik bus jam 8 dimana stasiunnya persis di depan stasiun kereta. Jadi Okayama Station itu bukan tunggal layanan modanya, melainkan pusat moda transportasi.
Cuma keputusan ini mengandung ancaman. Kami kedinginan! Gila sih masak 2 derajat Celcius di jam 7 pagi. Masalahnya, bukan dari hotel menuju bus. Tapi setelah turun dari bus itu loh, kami kudu jalan kaki 2 kilometer ke Madlane. Di busnya sih hangat, bisa buka laptop selama sejam.
Setelah sampai Maniwa, kami berjalan kaki sambil membawa koper berisi peralatan dokumentasi. Setengah jalan, ada Audi R8 silver yang kencang digeber-geber. Mata kami saling beradu tatap, bahkan hingga 4 kali.
Rupanya, Audi itu adalah kastemer Madlane. Lagi dites oleh crew bengkel. Saat itu masih pukul 09. Dingin-dingin ternyata akibat kota ini diapit oleh banyak gunung. Semacam Bandung. Sejauh mata memandang, bukit dan gunung mengelilingi Madlane.
Sungguh, hingga detik ini, perjalanan itu masih terbayang-bayang. Kami memang pencari berita, bukan ngebet ingin viral.
Pokoknya, kami resapi dinginnya area tersebut. Kami tulus saja. Apa adanya. Pokoknya, kami ngeblend dengan suasana di Madlane. Bukan cuma numpang foto-foto lantas pulang. No way kami begitu. Lah wong sampai pukul 18.45 kami stay di sana. Pulangnya, Itaru-san, ayahanda Kazuki, pergi mengantar hingga stopan bus dengan Honda Acty 4WD silvernya.
Sungguh demikian, kami betul-betul diapresiasi Itaru-san. Ia mengajak pergi makan siang yang super enak, bahkan minuman saja dibelikan dobel. Setelah kenyang, ia sempatkan ajak kami mampir ke kantornya, sebuah perusahaan perbaikan peralatan pertanian.
Damn…!!! Di sana ada dua Lamborghini. Oldies. Full black. Masih hidup, masih segar dan masih enak diihat. Padahal 2 mobil ini hanya berada di dalam garasi sederhana, persis di pinggir sawah dan di sebelah kantor Itaru-san yang dipenuhi alat-alat pertanian.
Ok, let’s go back to workshop Madlane.
Ada apa di sana?
Di ruang tamu depan, nangkring Porsche biru. Basisnya 993 Turbo yang diconvert menjadi GT2. Hasilnya lebih lebar tracknya, khususnya di bagian belakang. Spakbor dicut, dan diganti over fender. Kemudian spakbor dan all bumper disentuh serat karbon yang tak terlihat karena dibalur cat sewarna bodi.
Terkesan simpel. Namun percayalah, attention to detail yang dilakukan Madlane memang luar biasa. Antar nat saling ketemu. Celah-celah rapi, tak ada yang besar sebelah. Fitment juga sempurna depan dan belakang, bahkan kanan-kirinya.
Velgnya terpasang Speedline Alessio 3-piece, a beautiful set of Italian made, yang pastinya dicustom lagi oleh Kazuki.
Porsche ini dekat sekali dengan meja tamu yang menjadi tempat kami interview. Di depan DeepEnd, ada Kazuki, sebelahan dengan Zikri. Sedangkan di arah jam 14, ada sosok Porsche biru. Di arah jam 15-16 terdapat display velg dan buku-buku mengenai mobil eksotik. Rak buku ini menempel dengan toilet yang canggih, dimana pintu dibuka, otomatis penutup toilet duduk langsung terbuka dan segala fasilitas di dalamnya siap bekerja.
Mobil keren layak diservis dengan peralatan bermutu. Kastemernya juga dilayani dengan segenap amenities yang modern. Bahkan ketika keluar toilet, sambal menengok ke kiri, terdapat voyeur yang menuju sebuah ruang khusus dimana Ferrari Testarossa 1989 bersemayam. Dengan kaca besar yang memudahkan kastemer melihat dari jauh ke bagian semi privat ini. Testarossa itu dibuatkan level setinggi 5 cm yang memberi pesan bahwa mobil ini masterpiece yang diagungkan.
Yesss, masterpiece buatan Madlane. Merah khas yang cerah. Sebuah mobil yang sebelum pandemik di Jakarta ada yang menawarkan pada DeepEnd seharga 5M, oleh Kazuki malah dimodifikasi dengan Madlane rulez. Berkat mobil ini juga Kazuki Ohashi kemudian dikenal dunia.
Walaupun ia berbisik, “Sebenarnya bukan karena mobil modifikasi membuat saya dikenal, melainkan karena saya memotong-motong kertas lantas dibuatkan mock up Ferarri modifikasi.” Esoknya setelah ia bangun tidur, banyak sekali notifikasi motivasi sekaligus pujian dari around the world.
Itu baru pada bangunan utama yang di depan. Sementara di bagian belakang terdapat bengkel dengan 2 body lift merek Bishamon. Hari itu bukan saja Audi, tapi Porsche dan Lamborghini berdatangan minta disentuh servis.
Di pojok dalam bengkel ini, terdiam sebuah Lamborghini Diablo SV 1997. Lihat begini aja jarang di Tanah Air, eh sama Tuhan dikasi kesempatan yang sudah dituning.
Kazuki membuatnya berbeda. Menggusur factory size. No more stock countur. Bumper depan sudah kasteman, begitu juga bumper belakang. Kazuki enggak berhenti di situ. Mengejar harmonisasi bodi, sekaligus ia meredesain bentuk moncong wajah di seputar bonnet, fender. Bagian bodi ini diserahkan kepada Pop Design, vendor spesialis body kit Lambo. Pada buritan, Kazuki menutupnya dengan membuat wing. Nampak ia ingin mengunderline bahwa walaupun elegan, namun asyik dibawa ngebut di jalanan.
Sepatutnya ia memilih kelir putih. Dimana putihnya kinclong banget. Membuatnya jadi agak elegan, yang disesuaikan dengan sreet use. Kombinasi yang kami menyebutnya sekali lagi: Madlane Styling.
DeepEnd sempat membuka kap dan bagasi. Mendengar suara mesin V12 dan knalpotnya. Meraba dan merasakan kabin marunnya. Bahkan mengamati velg Rad48s yang sesungguhnya terinspirasi dari Bugatti EB110. Yang depan dibiking nongol, sementara belakang dibuat celong.
DeepEnd seperti biasa, memotretnya hingga rebahan, tengkurap bahkan nungging segala. Momen ini membuat Kazuki Ohashi tersenyum-senyum. DeepEnd berteriak, “Kazuki-san, don’t be shy to take pictures of my a*s!”
Itaru-san sampai tertawa. Kok bisa ada orang Indonesia mau datang dingin-dingin berjalan kaki menuju bengkel anaknya. “I think you guys came here with all your heart,” ucap Itaru yang sama-sama sarjana pertanian seperti DeepEnd. Kesamaan latar belakang pendidikan ini membuat DeepEnd diterima dengan sepenuh hati oleh Itaru-san dan tentunya Kazuki.
See you next year, Madlane!