Sastro keluar dari pabrik Jepang sebagai sedan eksekutif, tapi berakhir hidup sebagai sesuatu yang jauh lebih personal. Bukan sekadar kendaraan, tapi Camry SV40 ini merupakan kesinambungan memori, konflik, kompromi, dan sedikit perlawanan terhadap pakem idealisme “mobil yang benar”.
Pemiliknya, Raditya Aji Wardana, dipanggil Radit, atau di lingkaran yang lebih dalam dengan Sronggot. Lahir di Yogyakarta, 23 Oktober 1987. Postur? “Agak anomali lah,” katanya, mencukupi untuk menjelaskan bahwa dia tidak tertarik pada standar siapapun.

Sebelum menjadi ikon kecil di skena stance Jogja, Sastro pernah menempuh perjalanan yang lebih jauh dari sekadar Sabtu malam ke kafe. Tahun 2003, ketika sang ayah bertugas di Sorong, Papua, Camry ini menjadi kuda kerja keluarga. Lalu dibawa pulang ke Jogja lewat kapal, masuk peti kemas. Dipakai ayah sampai 2007, lalu berpindah tangan secara organik ke Radit. Dari sana perjalanan aslinya baru dimulai.

Sampai akhirnya, tahun 2014, sebuah insiden terjadi: tabrakan di depan, headlamp pecah, dan part tersebut ternyata hilang dari peradaban. Jepang pun tak membantu. Maka, dengan rasa sayang yang sedikit bercampur nekad, Radit menggantinya dengan lampu Toyota Chaser JZX110. Keputusan yang secara estetika jatuhnya bukan kompromi, tapi statement.
Maka keterusan lah dengan “Stance, Static and Fender to Lip”.

Velg Rays RPF1 18 inci dengan lebar 9.5 dan 10.5 inci, dibungkus ban Accelera Phi, lalu diberi negative camber -7,6°. Ini bukan modifikasi yang dikalkulasi untuk kenyamanan, atau demi menyenangkan orang tua. Ini modifikasi untuk rasa. Untuk ego. Untuk estetika mesin rendah yang cuma bisa dimengerti mereka yang hidupnya tak perlu menjelaskan alasannya kepada siapapun.
Sastro berdiri rendah. Serendah opini orang yang tidak mengerti stance.

Mesinnya bukan mesin yang dibisiki rumor kemenangan balap jalanan. Tapi ia jujur. 3S-FE dikenal tidak rewel, bahkan Radit menyebut keunggulan sekaligus kelemahannya adalah borosnya. Dan itu lucu. Karena tidak semua yang dipertahankan harus selalu logis. Ada rasa puas saat bensin habis untuk hal yang disukai. Ada cinta yang terkadang memang harus sedikit menyakitkan.

Tanpa banyak tempelan agresif. Tanpa body kit ribut. Camry generasi ini punya garis tubuh yang mature, rapi, tenang, dan entah kenapa ketika dibuat rendah berubah menjadi rebellious elegance. Semacam kenakalan yang tetap rapi menyisir rambut sebelum keluar rumah.
Kenakalan lain terjadi pada wheels and undercarriage: dari nyaman menjadi tidak peduli.
Standarnya? Sangat nyaman. Paripurna.
Setelah stance? “Tidak nyaman sama sekali buat orang tua.”
Dan Radit berkata itu dengan tawa. Karena kenyamanan itu relatif, dan di lingkarannya, justru ketidaknyamanan adalah badge of honor.
Yang muda paham. Yang tua menggeleng. Dunia kembali seimbang.

Pada akhirnya, Sastro bukan proyek untuk menyenangkan publik.
Ini mobil keluarga yang tumbuh menjadi identitas.
Ini nostalgia yang diberi format baru.
Ini rebellion kecil yang sederhana namun tegas:
Tidak semua mobil harus dibuat nyaman.
Tidak semua cerita harus selesai rapi.
Yang penting tetap jalan, pelan, rendah, tapi tetap jalan. ![]()
Workshop:
Overkids Works @overkids_works














