Sebelumnya, perkenalkan namanya Fahmi.

Bukan anak mobil banget.
Bukan pemilik bengkel.
Bukan ketua komunitas/klub.

Ia hanya seorang anak yang kebetulan punya keresahan dan memiliki medium sebuah mobil Bavaria lansiran 1994, BMW E34 520i MT.

Tinggal di selatan Jakarta, membuatnya mudah menangkap pengalaman visual. Sering disuguhi pemandangan Kijang ceper, Starlet dengan ring 19, Civic tanpa head rest dan Twincam dengan setir Momo dan shift knob bola golf. Belum lagi knalpot Remus ngebass adem. Velg monoblok Brabus, Antera palang tiga dan velg kaleng Audi.

Masa yang indah ketika itu. Semua pengalaman visual itu adalah privilege yang dimiliki Fahmi.

Tapi dibalik itu, ada sedikit kegundahan.
Dengan mengubah standar pabrikan berarti secara sadar mengkritisi kekurangan produksi massal yang tidak cocok dengan personalisasi. Not well suit into you. Dan karena itu, harus punya dasar yang kuat dalam memodifikasi, sebab pabrikan ketika membuat sudah memperhitungkan dari A-Z.

Gaya selatan Jakarta bisa dibilang tanpa aturan bahkan bisa dibilang saling tabrakan.
Velg Brabus dipasang di Toyota. Lampu belakang Mercedes dipaksa di Mitsubishi tapi secara ajaib jadi manis dipandang. Ibarat koki, gaya selatan Jakarta mengeksperimentasikan aneka bumbu dan bahan di luar aturan kuliner tapi sajiannya bisa enak dimakan.

Wajar jika gaya itu yang digandrunginya.

Khususnya pada velg. Boleh dibilang, macam ketergantungan. Velg adalah racun abadi. Baginya, a good stance reflects a beautiful mind!

Dimulai dengan Borbet Type D. Enggak umum tapi kondisinya NOS dalam kardus. Selanjutnya, ia temukan Remotec Type H. Velg palang 5 dengan celong 3.5 inci. Remotec ini sungguh menarik, seakan antitesis dari velg-velg lainnya, dengan Remotec Fahmi bisa bebas pakai gaya apa yang disuka.

Dan seakan tak pernah berhenti, koleksi velgnya menyebar ke BBS RF, OZ Mito, OZ MAE, OZ Hamann PG1, Alpina Classic, OZ Hartge, Racing Dynamics RSII dan sekarang yang menempel adalah OZ Strosek. Banyak hal uni terjadi, salah satuny saja adalah saat memasang OZ Mito di sisi kanan dan OZ MAE di sisi kiri. Dengan spek lebar sama, namun beda offset.

Bagi Fahmi, OZ Strosek merupakan maha karya 90-an. Desain dial phone yang enggak umum dari Vittorio Strosek untuk Porsche 944, 928 dan ikonik 911. Modelnya clean, hidden hardware/bolt, less ornament, membuat kesan simpel tapi nendang sesuai dengan slogan Strosek yaitu “Aggressive But Elegant”. Namun agar nyetel dengan bodi E34 yang boxy, dipasangkan lips 4.75 inci di belakang sehingga spek akhir menjadi 18x(9.5+11.5) inci. Makin agresif jadinya.

Fahmi merangsek dengan keyakinannya. Gundah itu menjadi mata perjalanan baginya.
Keresahannya membuat Fahmi berprinsip, “Gua memodifikasi karena gua mau, bukan karena gua harus.” Bukan akibat mengejar arus. Buktinya ia hanya menambahkan rubber flex di bumper depan agar terlihat lebih manis, bukan dengan mengganti segelondong body kit.

Berangkat ke sektor lain, Fahmi senang dengan sesuatu yang berbeda tapi masih otentik. Latar belakang arsitektur itu yang membentenginya. Jangan heran Cirrus Blau BMW untuk warna E34 ia pilih. Fotogeniknya sama, baik ketika dilihat langsung dan di foto. Warna ini sesuai kode warna, bukan diaduk di bawah matahari disamain dari layar ponsel. Di sini, malah ia bertemu Daned Noverta, pemilik bengkel NCI, yang menyodoknya dengan pertanyaan unik, “Mas Fahmi mau pakai mobil ini lama atau enggak?” Fahmi kaget dengan pertanyaan tidak umum ini, dan cukup pribadi serta fundamental. Dikerok toal, semua keropos dan bibit karat dihajar. Dan kini, 8 tahun sudah cat ini usianya. Masih kilap, mulus dan itu tadi: fotogenik! Di bawah matahari menjadi grey. Ketika senja, baru keluar gemerlap birunya.

Di NCI ini pula sunroof potongan dari Malaysia dipasang. Kerjaan NCI memang rapi, dan mengutamakan fungsi. Daned mengambil cassette sunroofnya, lubangnya dia bikin sendiri dengan tekukan mengikuti aslinya, benar-benar ‘main tangan’. Walhasil, atap bebas dempul.

Di NCI ini pula sunroof potongan dari Malaysia dipasang. Kerjaan NCI memang rapi, dan mengutamakan fungsi. Daned mengambil cassette sunroofnya, lubangnya dia bikin sendiri dengan tekukan mengikuti aslinya, benar-benar ‘main tangan’. Walhasil, atap bebas dempul.

Berbarengan juga setir Momo Benetton Formula 1 plus shift knobnya terpasang. Bagi Fahmi, ini nyetel banget ini sih buat gaya Selatan seutuhnya. Tabrakin warna-warni di interior kulit hitam maskulin E34.

Terakhir, head unit diganti dengan Blaupunkt jadul yang didapet dalam kondisi NOS. Ditambah Cobra equalizer yang digital dan analog. Terjadi kompromi di sini. Fahmi menggantinya dengan Pioneer SPH-C10BT. Agar bisa perdengarkan Spotify, juga warna ambience LED-nya bisa diatur dengan ponsel, sehingga bisa senada dengan lampu di speedometer dan panel dashboard lainnya. Tetap nyetel walau beda zaman.

Untuk bikin suasana makin 90-an, Fahmi menambahkan Soundmate AZ500 yang lagi-lagi didapat dalam kondisi NOS. Speaker head rest ini cukup unik dan bentuknya menarik.


List Bengkel Yang Membantu:
NCI – @ncibodywork
Rajanya Roll Fender – @rajanyarollfender
Eurovolution – @eurovolution
Iqbal Hamidi – @reborn_garage51
BMW Corner – @bmwcornerid
Madi Interior – @madi_interior

List Velg Yang Pernah Dicobain (Dan Akan Dicoba):
Borbet Type D
Remotec Type H
BBS RF
OZ Mito
OZ MAE
OZ Hamann PG1
Alpina Classic
OZ Hartge
Racing Dynamics RSII
OZ Strosek