Memburu mobil ini seperti memburu hantu. Sulit sekali disergapnya. Kedengaran ada di Senopati, diburu ke sana, eh sudah hilang. Disamperin ke meet up venue, bapaknya sudah pulang duluan. Terus terang, DeepEnd sampai putus asa. Apa boleh buat, dulu 18 tahun lalu, sempat menaikinya. Sama, 2 pintu juga. Jadi wajar kalau ngebet pengen icip kendarainya lagi.

Kini, di 2018, harganya sudah ditawar 2M, tapi Mr. J belum mau lepas. Dari sekian mobil di garasinya, hanya yang ini yang ia sempatkan antar ke luar pagar, untuk memastikan baik-baik saja keluar rumah.

Mercedes-Benz ini model S-Class 111 112, dengan keterangan sub model W111 S-Class Coupe. Segmentasinya masuk sebagai S, yaitu mobil sport. Walau begitu, tampangnya yang elegan membuatnya masuk di kelas mewah ukuran penuh. Rentang beredarnya dari 1959 hingga 1971. Lumayan panjang, 12 tahun usia produksinya. Untuk tipe coupe dua pintu dan kabrionya diproduksi sejak 1961 sampai 1971. Sementara versi sedannya, dibuat dari 1959 hingga 1968.

Satu hal yang menarik adalah modernisasi pada tubuhnya, yang membuatnya berbeda dengan Ponton, generasi sebelumnya. W11 ingin ditujukan lebih nyaman, lebih aman dan lebih modern. American style berciri tailfins menginspirasi, yang lantas di Jermannya diberi nama Heckflosse. Secara umum, juga banyak menyebutnya notchback coupe.

“Oh Lord, won’t you buy me a Mercedes-Benz,” kata Janis Joplin.

Berkelilinglah kami di sekitar Kuningan. Pusatnya Jakarta. Sabtu, bukan weekdays. Hari kerja tentunya penuh dengan keriuhan sekaligus individu-individu individualias, yang bertemu dengan tegasnya aturan di sana. Pagi itu, Mercy ini gagah sekali. Ia mendapatkan tempatnya sebagai aristoktrat. Oh Lord, won’t you buy me a Mercedes-Benz, kata Janis Joplin.

Ketika versi empat pintunya diproduksi 66,086 unit, versi coupenya hanya diproduksi sejumlah 16,902 unit. Ditawarkan perdana dengan harga DM 23.500, sedikit lebih rendah dari harga convertible yang dilepas DM 25.500. Yang menarik, dimensi luar dari coupe dan convertible sama sekali tidak ada perbedaan. Panjangnya 4.880 mm, lebar 1.845 mm dan tingginya 1.440 mm. Bahkan secara detailnya, pun sama, wheelbase 2.750 mm, front track 1.482 mm dan rear track 1.485 mm.

“Untuk apa menempuh bahaya demi curiousity? Mesin 6 silinder segaris M 127 itu bukan untuk diperkosa.”

Tapi fokus di coupe ini. Soulnya memang muncul. Tak bisa dipungkiri. Efek kaca beningnya, interior merahnya, suara mesinnya, semua top feeling pokoknya. DeepEnd cek satu-satu instrumennya; speedometer, petrol gauge, temperature dan oil warning lamp, bekerja dengan baik. Kerasa sekali, Mr. J merestorasinya dengan sangat teliti.

Yang DeepEnd coba adalah manual 4 percepatan. Isinya berbentuk single cushion disc dan dry plate clutch. Kopling retro yang mungkin banyak anak milenial zaman sekarang kesulitan mengoperasikannya. Mesinnya sendiri berkapasitas 2.195 cc, dengan bore and Stroke 80 x 72.8 mm. Torsi di 151.9 ft/lb @ 4.100 rpm, dan power 120 hp (DIN) @ 4.800 rpm.

Kemarin itu tidak sempat mencobanya maksimal. Tak sempat mencetak 100 kpj, untuk membuktikan 14 detik sesuai rilis saat dilaunching. Juga tak tahu berapa kecepatan maksimumnya, walau disebut bisa 170 kpj. Tapi apakah itu penting? Di saat bisa menikmatinya, untuk apa menempuh bahaya demi curiousity? Mesin 6 silinder segaris M 127 itu bukan untuk diperkosa.

Sistem rem awalnya memakai cakram di depan, dan drum di belakang. Namun pada perkembangannya, di tahun 1963, terdapat pengembangan dengan menggunakan 2 circuit hydraulic. Sehingga velg 14 incinya sekarang ini, yang dibalut ban 205/75R14, bisa dideleserasikan dengan cukup baik. Putar setirnya, tiada speleng. Menggunakan recirculating ball, dengan steering ratio 4.1, bisa sekali putar balik di U-turn.

Fotografer: Sandy Putra