Monkey. Monyet. Gorilla. Sama saja. Itu hanya sebutan bagi Honda Z, minibike yang diproduksi oleh Honda Motorcycles. Bukan karena motornya yang mirip monyet, tapi lebih pada cara orang ketika mengendarainya yang dengan lengannya sedikit menggantung. Seperti istilah Ape Hanger di Harley, namun ini versi mungilnya.
Setelah discontinued di tahun 2017, menyusul kesuksesan Z50A, Z50J, Z50M, Z50R dan ZB50, sejak penjualan perdana Maret 1964, Monkey muncul kembali di 2019. Banyak orang suka pada modelnya, tapi belum tentu punya keinginan membelinya. Mostly people underestimate pada kemampuan mesin dan handlingnya. Sebuah prejudice yang salah.
Padahal mesinnya 125 cc, bukan 50 cc. SOHC 4 stroke dengan sistem suplai bahan bakar PGM-FI (Programmed Fuel Injection System). Dalam keadaan unit standar, DeepEnd mencobanya berulang kali. Transmisi manual 4-speed memang mesti dibiasakan (lagi) bagi yang kebiasaan pake matik. Tapi jika sudah klik, motor ini gesit banget. Ergonomikal ternyata bisa match. Joknya kuat namun empuk. Posisi tangan ke setang juga tak pegal. Paha hingga betis juga masuk dari side tank pad carbon sampai ke bawah muffler pipe cover.
Damn, DeepEnd pengen!
Postur DeepEnd 176 cm dan 80 kg. Monkey berhasil membopong dengan lincah. Padahal panjang x lebar x tingginya adalah 1.710 x 755 x 1.029 mm. Dengan tinggi tempat duduk 776 mm, jarak sumbu roda 1.155 mm dan jarak terendah ke aspal 160 mm.
Rangka besi bertipe backbone, dikombinasikan dengan suspensi depan Showa inverted telescopic fork berukuran 31 mm dan rear twin shock. Roda depan dibungkus ban 120/80-12 65J dan ban belakangnya berdimensi 130/80-12 69J. Agak gendut, kalau anak mobil bilang meaty tyre.
Di dalam line up Honda, Monkey masuk dalam kategori motor sport. Serombongan dengan Honda CRF, Honda CB dan Honda Sonic. Ini yang jadi pemikiran JJ, pemilik motor ini, untuk memodifikasinya. Apalagi warna selongsong luar inverted front suspensionnya, mirip dengan Ohlins.
Bulat sudah keputusan JJ. Apalagi Dicky Hendarto, owner Drivetech Auto Garage, sudah ready dengan 3 parts utama. Knalpot, rem dan suspensi. JJ dan Dicky, dua sejoli yang karib bersahabat sejak SMA. Jadi barang tinggal kirim, karena trust sudah di atas segala-galanya.
By the way, itu motor sejak turun dari bak mobil pengantar, sampai dimodifikasi, yang perawanin ya DeepEnd ternyata. JJ malah sama sekali belum nyemplak. Bahkan saat semua komponen modifikasi sudah terpasang, lagi-lagi DeepEnd yang ‘perkosa’, bukan sang pemilik. Jadi komparasi standar dan modif, DeepEnd duluan paham ketimbang JJ yang kesehariannya tinggal di Semarang.
Kita bedah dari suspensi dulu ya. Desainnya masih Ohlins banget. STX 36 mono-tube shock absorber yang dikombinasikan dengan reservoir piggyback. Kuncinya pada kompresi yang bisa disesuaikan dan peredaman rebound. Motor seolah tak bergeming, ketika melewati gundukan jalanan seperti paving block. DeepEnd merasa jejek yang menyumbang rigiditas pada sasis.
Sebenarnya STX 36 ini mempunyai opsi untuk pengendara dengan berat lebih dari 80 kg. Kita dapat menyesuaikan laju pegas serta redaman yang sesuai dengan berat dan gaya berkendara masing-masing. Laju pegas standar 11-15 N/mm dan, sebagai perbandingannya, laju pegas opsional 12-19 N/mm.
Minggir sedikit, perhatian tertuju pada knalpot Akrapovic. Full set. Dari depan, terdapat header. Kodenya E-H125R1. Bahannya dari stainless steel. Walaupun terpisah, tentu Akrapovic sudah memikirkan manfaat secara komprehensif. Sehingga tak ragu memakaikan dual silencer Akrapovic Slip-On Line yang materialnya titanium.
Peningkatan sistem secara lengkap ini membuat lebih cepat masuk ke saluran pembuangan, dengan sedikit ledakan ada ujung muffler. Dimana suaranya benar-benar khas Akrapovic. Noise sekarang 89.8 dB/3.500 rpm, berubah dari 78 dB/3.500 rpm. Lantas tenaganya naik, dari stock 9.2 HP/6.750 rpm menjadi 9.7 HP/6.800 rpm. Sedangkan torsinya dari 11.7 Nm/4.400 rpm, kini sudah 12.1 Nm/4.350 rpm.
Agar tak panas, mencegah sentuhan pada betis, Dicky juga memasang perisai panas Akrapovic berkode P-HSH125R1 terbuat dari serat karbon buatan tangan. Secara look juga bikin ganteng dan berisi. Sporty tapi masih ada unsur klasik.
Terakhir, JJ menggusur rem hidrolik 220 mm dan 190 mm dengan sistem pengereman ABS 1 channel. Brembo mendepak rem standar. Aslinya sudah pakem bin adem. Tapi atas nama dressed-up, Brembo terpasang.
Solo, sore itu, adalah kota yang menyenangkan. Menyusuri jalanan dengan Monkey, tak pelak jadi impian banyak orang. Sesungguhnya, modifikasi yang 40% dari harga motornya, membikin DeepEnd punya pengalaman yang benar-benar indah dan tak terlupakan.
Workshop:
Concept & instalation: Drivetech Auto Garage @drivetechautogarage
Performance parts: Timuran Speedshop @timuran_speedshop
Data Mods:
Ohlins STX 36 shock absorbers, Akrapovic exhaust Slip-On Line dual silencer, Akrapovic header, Akpravovic carbon heat shield, Brembo brake